Siang:
Sepuntung ganja terjatuh diatas layar ponsel milik B1 —ketika B2 hendak mengopernya padaku— tepat di ruang obrolan WA yang berisi foto bukti transfer bank yang baru saja dikirim oleh korban love-scamming. “Tuh kan, kejatuhan gele nongol foto itu”, ujar B1 disusul oleh tawa kecil kami.
**
Sore:
Secara tidak sengaja, B1 memecahkan bong milik B3 ketika nyabu bersama B2—bermaksud memperbaiki posisi sedotan, bong yang dipegangnya malah terjatuh ke atas layar ponselnya (lagi) yang tergeletak di lantai, selagi B3 merencanakan untuk merendam A di tong sampah.
**
Isya:
A pun direndam. Pemuka mampir dan sempat memberi masukan, seperti anjuran untuk menambah kuantitas es batu, karena dingin mampu membuat kulit membiru tanpa perlu memukulinya.
**
±1jam kemudian:
Beberapa petugas yang tengah berpatroli berhenti di depan pintu kamar kami. Tong sampah di tengah kamar berisi A yang sedang direndam pun terlihat mereka. Dipimpin R sebagai KPLP, empat lainnya dari Rupam ikut memasuki kamar. Si A tidak lagi direndam dan R melapor ke rekan serta atasannya melalui ponsel, kemudian mulai bicara omong-kosong tentang persaudaraan; setelah menekankan dalam laporannya bahwasanya kami melakukan pembiaran pada apa yang dialami A.
*
Dititik ini aku merasa batasan antara KPLP dan Rupam terlihat jauh lebih jelas; khususnya saat seorang Rupam mengamankan sepotong kecil mata pisau cutter dari lapak tidur B3—menyerahkannya pada seorang pesuruh untuk diamankan, sembari berujar pelan tentang bahaya.
*
Epilog:
“Apa bang? Sesuatu?” tanyaku.
“Iya, sesuatu loh! Dari pas bong jatoh aja gue udah ngerasa.. Udah dikasih angin, ampe jatoh gitu bongnya”, sahut B4. Dia belum tahu mengenai ganja dan foto struk di ponsel B1.
***
Dan selagi diskusi kembali dilanjutkan, aku bertanya-tanya: mungkinkah memang bong itu jatuh sebagai pertanda, peringatan dari penunggu kamar?